Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau
memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar
tercapai tujuan tertentu.Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan
faktor kritis bagi efektevitas organisasi. peranan pokok wewenang dalam
fungsi pengorganisasian, wewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal,
dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun
organisasi.Wewenang formal tersebut harus di dukung juga dengan
dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer perlu menggunakan
lebih dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan
mereka, selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan,
pengalaman dan kepemimpinan mereka.
- Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai
sesuatu dengan cara yang diinginkan. Studi tentang kekuasaan dan
dampaknya merupakan hal yang penting dalam manajemen. Karena kekuasaan
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, maka mungkin sekali setiap
interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi melibatkan
penggunaan kekuasaan. Cara pengendalian unit organisasi dan individu di
dalamnya berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan manager yang
menginginkan peningkatan jumlah penjualan adalah kemampuan untuk
meningkatkan penjualan itu. Kekuasaan melibatkan hubungan antara dua
orang atau lebih. Dikatakan A mempunyai kekuasaan atas B, jika A dapat
menyebabkan B melakukan sesuatu di mana B tidak ada pilihan kecuali
melakukannya. Kekuasaan selalu melibatkan interaksi sosial antar
beberapa pihak, lebih dari satu pihak. Dengan demikian seorang individu
atau kelompok yang terisolasi tidak dapat memiliki kekuasaan karena
kekuasaan harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk dilaksanakan
oleh orang lain atau kelompok lain.
Kekuasaan amat erat hubungannya dengan wewenang. Tetapi kedua konsep ini
harus dibedakan. Kekuasaan melibatkan kekuatan dan paksaan, wewenang
merupakan bagian dari kekuasaan yang cakupannya lebih sempit. Wewenang
tidak menimbulkan implikasi kekuatan. Wewenang adalah kekuasaan formal
yang dimiliki oleh seseorang karena posisi yang dipegang dalam
organisasi. Jadi seorang bawahan harus mematuhi perintah manajernya
karena posisi manajer tersebut telah memberikan wewenang untuk
memerintah secara sah.
-Struktur Lini dan Staf
Adapun terdapat beberapa macam bentuk struktur organisasi yaitu :
Struktur organisasi lini
Struktur organisasi lini dan staff
Struktur organisasi fungsional
Struktur organisasi Lini
Organisasi Garis / Lini adalah suatu bentuk organisasi dimana
pelimpahan wewenang langsung secara vertical dan sepenuhnya dari
kepemimpinan terhadap bawahannya.
Bentuk lini juga disebut bentuk lurus atau bentuk jalur. Bentuk ini
merupakan bentuk yang dianggap paling tua dan digunakan secara luas pada
masa perkembangan industri pertama. Organisasi Lini ini diciptakan oleh
Henry Fayol.
Keuntungan dari struktur organisasi ini adalah:
1) Orang-orang yang mempunyai kekuasaan bertanggung-jawab dan terbuka.
2) Proses pengambilan keputusan berjalan dengan tepat.
3) Disiplin kerja yang mudah dikontrol
4) tingginya solidaritas diantara anggota
5) adanya kesempatan yang luas bagi para anggota untu dapat mengembangkan bakatnya.
Kerugian dari struktur organisasi ini adalah:
1) Tujuan organisasi sama, atau tujuan dari pihak-pihak tertentu saja.
2) Pimpinan organisasi terkadang berbuat semaunya.
3) kelangsungan hidup organisasi sangat ditentukan oleh seseorang.
4) Kurang didalam pengembangan aktifitas pada setiap anggota.
Organisasi Lini dan Staf
Organisasi Lini dan Staf adalah kombinasi dari organisasi lini dan
organisasi fungsional. Pelimpahan wewenang dalam organisasi ini
berlangsung secara vertikal dari seorang atasan pimpinan hingga pimpinan
dibawahnya. Untuk membantu kelancaran dalam mengelola organisasi
tersebut seorang pimpinan mendapat bantuan dari para staf dibawahnya.
Tugas para staf disini adalah untuk membantu memberikan pemikiran
nasehat atau saran-saran, data, informasi dan pelayanan kepada pimpinan
sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan suatu keputusan atau
kebijaksanaan. Pada struktu organisasi ini Hubungan antara atasan dengan
bawahan tidak secara langsung.
Keuntungan dari struktur organisasi ini adalah:
1) Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini dan kelompok staff.
2) Adanya pengembangan spesialisasi untuk para anggota.
3) Koordinasi didalam setiap bagian dapat diterapkan dengan mudah.
Keburukan dari struktur organisasi ini adalah:
1) Adanya kemungkinan pimpinan staf melampaui batas kewenangannya.
2) Para pemimpin baik lini maupun staff sering mengabaikan nasehat dan gagasan yang ada.
3) pemimpin dan karyawan yang kebanyakan tidak saling mengenal.
Pengertian organisasi lini dan staff :
Organisasi ini merupakan gabungan kedua jenis organisasi yang
terdahulu disebutkan (line dan staf). Dalam organisasi ini staf bukan
sekedar pelaksana tugas tetapi juga diberikan wewenang untuk memberikan
masukan demi tercapainya tujuan secara baik. Demikian juga pimpinan
tidak sekedar memberikan perintah atau nasehat tetapi juga bertanggung
jawab atas perintah atau nasehat tersebut.
Keuntungan organisasi ini antara lain ialah keputusan yang diambil
oleh pimpinan lebih baik karena telah dipikirkan oleh sejumlah orang dan
tanggung jawab pimpinan berkurang karena mendapat dukungan dan bantuan
dari staf.
Dalam kehidupan sehari-hari apabila unit kerja (departemen,
perusahaan dan sebagainya) akan melaksanakan suatu rencana tidak selalu
langsung diikuti oleh penyusunan organisasi baru. Struktur organisasi
itu biasanya sudah ada terlebih dahulu dan ini relatif cenderung
permanen, lebih-lebih struktur organisasi departemen.
Disamping itu unit-unit kerja tersebut dijabarkan kedalam unit-unit
yang lebih kecil dan masing-masing unit-unit kerja yang lebih kecil ini
mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda-beda (dirjen, direktorat,
bidang, seksi, devisi, dan sebagainya). Masing-masing unit kerja
tersebut sudah barang tentu akan menyusun perencanaan dan
kegiatan-kegiatan. Untuk pelaksanaan rencana rutin cukup oleh staf yang
ada sehingga tidak perlu menyusun organisasi baru.
Apabila rencana atau kegiatan tersebut tidak dapat ditangani oleh
struktur organisasi yang telah ada biasanya dibentuk, misalnya panitia
tim kerja (kelompok kerja), komisi dan sebagainya.
Alasan di pilihnya bentuk struktur organisasi lini :
Karena dalam jenis organisasi ini pembagian tugas dan wewenang
terdapat perbedaan yang tegas. Antar pimpinan dan pelaksanaan peran
pemimpin . dalam hal ini sangat dominant dimana semua kekuasaan di
tangan pimpinan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan kegiatan yang utama
adalah wewenang dan perintah kesatuan. perintah ini dan kesatuan
pimpinan terjamin sepenuhnya. Karena pimpinan berada dalam satu tangan.
Proses pegubahan atau pengambilan keputusan berjalan dengan cepat. Rasa
solidaritas antar anggota cukup baik karena saling mengenal disiplin dan
loyalitas sangatlah tinggi.
Memang bentuk organisasi semacam ini khususnya di dalam
institusi-institusi yang kecil sangat efektif karena keputusan-keputusan
cepat diambil dan pelaksaanya juga cepat.
Organisasi adalah sekumpulan dari beberapa orang yang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan bersama.
-Wewenang Lini, Staff dan Fungsional
1. Wewenang lini, adalah wewenang dimana atasan melakukannya
atas bawahannya langsung. Yaitu atasan langsung memberi wewenang kepada
bawahannya, wujudnya dalam wewenang perintah dan tercermin sebagai
rantai perintah yang diturunkan ke bawahan melalui tingkatan organisasi.
2. Wewenang staf, adalah hak yang dipunyai oleh satuan-satuan
staf atau para spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi, atau
konsultasi kepada personalia ini. Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh
orang yang duduk sebagai taf yaitu dengan menganalisa melalui metode
kuisioner, metode observasi, metode wawancara atau dengan menggabungkan
ketiganya. Baishline mengajukan enam pokok kualifikasi yang harus
dipengaruhi oleh seorang staf yaitu :
1. Pengetahuan yang luas tempat diamana dia bekerja
2. Punya sifat kesetiaan tenaga yang besar, kesehatan yang baik, inisiatif, pertimbangan yang baik dan kepandaian yang ramah.
3. Punya semangat kerja sama yang ramah
4. Kestabilan emosi dan tingkat laku yang sopan.
5. Kesederhanaan
6. Kemauan baik dan optimis
Kualifikasi utama yaitu memiliki keahlian pada bidangnya dan punya
loyalitas yang tinggi. Konsekkuensi organisasi yang menggunakan staf
yaitu menambah biaya
administrasi struktur orgasisasi menjadi komplek dan kekuasaan,
tanggung jawab serta akuntabilitas. yaitu memiliki keahlian pada
bidangnya dan punya loyalitas yang tinggi. Wewenang staf Yaitu hak para
staf atau spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi konsultasi
pada personalia yang tinggi, Hal yang perlu diperintahkan dalam
mendelegasikan suatu kegiatan kepada orang yang ditujuk yaitu:
1. Menetapkan dan memberikan tujuan serta kegiatan yang akan dilakukan
2. Melimpahkan sebagian wewenangnya kepada orang yang di tunjuk
3. Orang yang ditunjuk mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan agar tercapainya tujuan.
4. Menerima hasil pertanggung jawaban bawahan atas kegiatan yang dilimpahkan.
3. wewenang staf fungsional, adalah hubungan terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini.
Chester Bamard mengatakan bahwa seseorang bersedia menerima komunikasi yang bersifat kewenangan bila memenuhi:
1. Memahami komunikasi tersebut
2. tidak menyimpang dari tujuan organisasi
3. tidak bertentangan dengan kepeningan pribadi
4. Mampu secara mental dan fisik untuk mengikutinya
Agar wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat di taati oleh bawahan maka diperlukan adannya.
1. Kekuasaan ( power ) yaitu kemampuan untuk melakukan hak
tersebut, dengan cara mempengaruhi individu, kelompok, keputusan.
Menurut jenisnya kekuasaan dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Kekuasaan posisi ( position power ) yang didapat dari
wewenang formal, besarnya ini tergantung pada besarnya pendelegasian
orang yang menduduki posisi tersebut.
2. Kekuasaan pribadi ( personal power ) berasal dari para
pengikut dan didasarkan pada seberapa besar para pengikut mengagumi,
respek dan merasa terikat pada pimpinan.
2. Tanggung jawab dan akuntabilitas tanggung jawab (
responsibility) yaitu kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul bila
seorang bawahan menerima wewenang dari atasannya. Akuntability yaitu
permintaan pertanggung jawaban atas pemenuhan tanggung jawab yang
dilimpahkan kepadanya. Yang penting untuk diperhatikan bahwa wewenang
yang diberikan harus sama dengan besarnya tanggung jawab yang akan
diberikan dan diberikan kebebasan dalam menentukan keputusan-keputusan
yang akan diambil.
3. Pengaruh ( influence ) yaitu transaksi dimana seseorang dibujuk
oleh orang lain untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan harapan
orang yang mempengaruhi. Pengaruh dapat timbul karena status jabatan,
kekuasaan dan menghukum, pemilikan informasi lengkap juga penguasaan
saluran komunikasi yang lebih baik.
-Sentralisasi versus Desentralisasi
Berdasarkan pemikiran di atas, maka kedepan Indonesia harus melakukan
relokasi kekuasaan dari negara ke unit-unit pemerintahan yang lebih
kecil, karena itu sudah merupakan kehendak jaman. Model sentralistis
yang selama diprektekkan oleh pemerintah tidak dapat lagi dipertahankan.
Alasan-alasannya antara lain:
Kelemahan utama konsep sentralistis adalah karena sangat kaku (rigit)
sehingga sulit berartikulasi secara optimal terhadap dinamika
lingkungan. Konsep sentralisasi sulit mengelola berbagai sumberdaya
lokal yang sangat beragan dan bervariasi, karena konsep ini tidak
memiliki instrumen yang peka terhadap kemajemukan (diversity).
Pendekatan pemerintahan dilakukan dengana asumsi homogenitas wilayah,
sehingga akan menimbulkan kesenjangan dalam berbagai bidang atau aspek
(antar wilayah, antar lapisan dan natar golongan masyarakat).
Kebijaksanaan sentralistis secara langsung maupun tidaklangsung telah
membatasi kreativitas sumberdaya pembangunn. Masalah yang dihadapi saat
ini adalah bagaimana menemukan dan merumuskan format yang tepat atau
optimaldari relokasi kewenangan tersebut. Pada satu sisi, sentralisasi
mampu menawarkan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahanm. Tetapi
pada sisi yang lain relokasi kewenangan yang dijabarkan dalam
bentukkewenangan politik dan administrasi di samping akan menjawab
berbgai kelemahan model sentralistik, juga memiliki kelemahan yang
intensitasnya sangat tergantung kepada kemampuan penegelolaan
kemajemukan yang ada. Konsep atau model yang keliru jelas tidak mampu
menghasilkan sinergi dari berbagai komponen wilayah dan bangsa, tetapi
justru akan mendorong timbulnya perpecahan atau disintegrasi bangsa.
Ketidakmampuan merumuskan model relokasi kewenangan dimaksud mungkin
merupakan jawaban mengapa sejak diundangkannya UU No.5/1974 tentang
Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah, tidak pernah diikuti oleh penyusunan
PP atau Peraturan Pememerintah yang mengatur berbagai pasal dalam UU
tersebut. Model dan Proses Desentralisasi. Relokasi kewenangan yang
diwujudkan dalam bentuk pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada
daerah (relokasi/desentralisasi kewenangan politik dan kewenangan
administrasi) merupakan wujud sistem manajemen pemerintahan yang sangat
kondusif terhadap pengembangan dan peningkatan kualitas Kemandirian
Lokal.
Model otonomi yang diamanahkan dalam UU No.22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang meletakkan otonomi pada Daerah Tingkat II
(Kabupaten dan Kotamadya) merupakan alternatip sesungguhnya adalah
alternatip yang terbaik dibandingkan dengan berbagai model otonomi yang
lainnya, mengingat model ini lebih mendekatkan birokrasi pemerintahan
dengan masyarakatnya, dan yang disebut sebagai masyarakat lokal hanya
ada di desa dan kabupaten. Model otonomi pada Tingkat II akan memudahkan
proses penyaluran aspirasi masyarakat secara lebih luas dan cepat dan
dengan demikian pemberdayaan dengan jalan partisipasi dapat dengan mudah
dilakukan yang pada gilirannya proses demokratisasi sebagaimana hrapan
reformasi dapat diwujudkan. Namun persoalannya sekarang, masih banyak
daerah, terutama para perangkat pemerintahan belum sepenuhnya memahami
konsep dasar otonomi tersebut. Mereka lebih menekankannya pada sasaran
penguasaan dan pemilikan aset dan sumberdaya, sehingga dengan mudah
menimbulkan pertentangan antar wilayah atau antardaerah. Maka dalam
kaitan ini otonomi daerah masih sangat membutuhkan peranan Tingkat I
sebagai kordinator, pengawas, dan pengarah kegiatan pelaksanaan otonomi
tersebut .Kelemahan sekaligus kekuatan UU No.22/99 terletak pada banyak
Peraturan Pemerintah yang perlu disusun dalam upaya implementasi amanah
UU tersebut. Kualitas semangat reformasi dari penyelenggara negara akan
menentukan apakah hal tersebut akan menjadi kekuatan atau kelemahan,
karena penjabaran dari berbagai pasal kedalam Peraturan Pemerintah
akanmenentukan format sebenarnya dari model otonomi tersebut.
Dalam merumuskan beberapa Peraturan Pemerintah agar format otonomi
daerah menjadi lebih relevan maka, bebrapa hal perlu mendapat
pertimbangan, yakni: Kualitas Teknostruktur DaerahPengalaman
pemerintahan dan pengelolaan pembangunan yang dimiliki oleh sebahagian
besar aparat pemerintah di daerah dapat dikatakan sangat minim dan
kemungkinan besar tidak mampu melaksanakan otonomi dalam arti yang
sebenarnya. Model Petunjuk Pelaksanaan yang dipraktekkan selama Orde
Baru telah menjadi budaya sehingga mematikan prakarsa dan kreativitas
masyarakat. Demikian pula halnya dengan Kelembagaan masyarakat yang
selama masa Orde Baru telah dimandulkan secara sistematis sehingga saat
ini tidak ampu lagi melahirkan hasil yang dibutuhkan bagi peningkatan
kemandirian wilayah atau daerah.
Di samping itu kemampuan menemukan cara pengelolaan sumberdaya lokal
relatif sangat rendah, sehingga akan menghambat pelaksanaan otonomi
apabila tidak memiliki sumberdaya yang memadai. Berdasarkan hasisl
kesilapan daerah yang disebutkan di atas, dikhawatirkan timbulnya usul
pelaksanaan otonomi daerah menjadi tertunda. Perlu dikemukakan bahwa
terdapat kecurigaan di klangan masyarakat bahwa otonomi daerah
sebagimana yang tercantum dalam UU No. 22/1999 hanyalah merupakan upaya
Pemerintah Nasional untuk mengulur waktu, karena memang tidak sepenuhnya
berniat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.Hal ini juga dipandang
sebagai upaya untuk mempertahankan status quo pola pemerintahan
sentralistik yang menghambat terciptanya iklim demokrasi serta upaya
untuk menghambat transparansi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bilamana akumulasi masalah tersebut tidak diantisipasi sedini
mungkin dalam model Otonomi Daerah, maka akan bermuara pada konflik
politik yang berkempanjangan karena dianggap tidak sejalan dengan
reformasi.
Mengacu pada hal-hal yang dikemukakan di atas, dan dengan
mempertimbangkan bahwa penyusunan UU No. 22/1999 telah mengorbankan
sumberdaya yang cukup besar, maka substansi undang-undang tersebut tetap
dipertahankan, namun perlu melakukan beberapa penyesuaian di mana
istilah daerah yang ada dalam undang-undang tersebut diganti dari
kabupaten atau Kotamadya menjadi Propinsi. Dengan kata lain, titik berat
pelaksanaan otonomi daerah diletakkan pada daerah tingkat I atau
provinsi. Apabila pada saatnya suatu kabupaten atau gabungan beberapa
kabupaten tersebut dapat saja ditingkatkan statusnya menjadi daerah
otonom baru yang terlepas sama sekali dengan bekas Provinsi induknya.
Jika disimak akan terlihatbahwa implementasi model ini akan bermuara
pada terbentuknya beberapa puluh daerah otonom, sesuai dengan yang
dimaksud dalam UU No.22/99, walaupun dengan menempuh proses yang
berbeda. Tetapi perlu digarisbawahi bahwa model implementasi ini lebih
realistic, khususnya bila dilihat dari sisi kemampuan kebanyakana
provinsi untuk berotonomi. Implementasi model ini setidaknya akan
menghapus kecurigaan terhadap kemungkinan adanya keengganan Pemerintah
Nasional untuk nmenyelenggarakan otonomi. Di samping itu, peross
pembentukan daerah otonom baru akan dapat berjalan dengan baik karena
adanya Pemerintah Pusat yang memiliki kewenangan dan kemampuan ntuk
mengarahkan provinsi untukmelaksanakanpemekaran yang dimaksud.Disadri
adanya kehawatiran bahwa potensi disintegrasi bangsa akan semakin
menguat pada masa otonomi Propinsi diterapkan, Hal ini sebenarnya tidak
beralasan mengingat berbagai pertimbangan, misalnya: Secara empiris
prima causa disinetgarsi suatubangsa tidak terkait langsung dengan
sistem pemerintahan yang dianut, tetapi lebih terkait dengan
ketidakadilan. Bubarnya Uni Sovyet, perang yang berkepanjangan di
negara-negara Balkan, dan pemisahan diri Bangladesh dari P akistan
merupakan bukti dari hal tersebut.Pola karakter kehidupan politik
nasional tidak banyak lagi diwarnai oleh politik aliran sebagaimana yang
terjadi pada tahun 1950-an, tetapi oleh kepentingan riil, terutama ke
konomi.Sentimen ideolog, baik pada tingkat nasional maupun global, tidak
lagi mewarnai percaturan politik global. Bahkan terjadi kecenderungan
sebaliknya, yaitu integrasi ekonomi regional seperti di Eropa dan
Amerika Latin, Afrika, dan berbagai belahan dunia lainnya yang bermuara
pada sinergi kekuatan ekonomi regional atas dasar daya
saing.Perekembangan manajemen kenegaraan moderen yang lebih mengarah
kepada pendekatan kesejahteraan masyarakat luas dan post-modernism.
-Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang vital dalam organisasi
kantor. Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang agar mereka bisa
menjalankan operasi manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian
wewenang adalah konsekuensi logis dari semakin besarnya organisasi. Bila
seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang, maka sesungguhnya
organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dia sendiri.Bila atasan
menghadapi banyak pekerjaan yang tak dapat dilaksanakan oleh satu orang,
maka ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar
manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat
organisasi, terutama di saat terjadi perubahan susunan manajemen.
Yang penting disadari adalah di saat kita mendelegasikan wewenang
kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya tidak
kehilangan otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh
banyak orang. Mereka takut bila mereka melakukan delegasi, mereka
kehilangan wewenang, padahal tidak, karena tanggung jawab tetap berada
pada sang atasan. Berikut ada tips bagaimana mengusahakan agar para
atasan mau mendelegasikan wewenang.
Ciptakan budaya kerja yang membuat orang bebas dari perasaan takut gagal/salah.
Keengganan seorang atasan/manajer untuk mendelegasikan wewenang
biasanya dikarenakan mereka takut kalau-kalau tugas mereka gagal
dikerjakan dengan baik oleh orang lain. Ini perlu diatasi dengan
mendorong mereka untuk berani menanggung resiko. Hanya dengan berani
menanggung resikolah perusahaan akan mendapatkan manajer-manajer yang
handal dan berpengalaman. Ciptakan budaya bahwa pendelegasian wewenang
adalah upaya agar manajer anda menjadi semakin matang. Pendelegasian
wewenang bukan sebuah hukuman yang mengurangi kekuasaan manajer, namun
membuka kesempatan bagi pengembangan diri mereka dan bawahan.Jadikan
pendelegasian wewenang sebagai bagian dari proses perbaikan.
Sumber:
http://muhammadkhadapi.blogspot.com/2010/12/pengertian-wewenang-kekuasaan-dan.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/struktur-organisasi-lini-staff/
http://zikriimam.wordpress.com/2009/12/27/struktur-organisasi-lini-staff-dan-fungsional/
http://ekacyliiaa.blogspot.com/2010/05/wewenang-lini-staf-dan-fungsional.html
http://finzagundar.blogspot.com/2010/03/desentralisasi-vs-sentralisasi.html
http://abdoel.blog.mercubuana.ac.id/2010/12/03/pendelegasian-wewenang/
catatan: artikel beserta sumber di atas saya ambil dari " http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/wewenang-delegasi-dan-desentralisasi-7/ "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar