1. PENDAHULUAN
1.1 Pengertian dan Klasifikasi Bank
·
Pengertian Bank
Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
·
Klasifikasi Bank
1.
Berdasarkan fungsi atau status operasi
- Bank Sentral
- Bank Umum atau Bank Komersial
- Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
- Bank Tabungan
- Bank Pembangunan
2.
Berdasarkan kepemilikan
- Bank Milik Negara
- Bank Pemerintah Daerah
- Bank Swasta Nasional
- Bank Swasta Asing
- Bank Umum Campuran
- Bank Koperasi
3.
Berdasarkan kemampuan mengedarkan uang
- Bank Primer
- Bank Sekunder
4.
Berdasarkan segi penyediaan jasa
- Bank Devisa
- Bank Non Devisa
1.2 Sifat Industri Perbankan
Dua sifat khusus industri perbankan:
1. Sebagai salah satu
sub-sistem industri jasa keuangan. Bank disebut sebagai jantung atau motor penggerak
roda perekonomian suatu negara, salah satu leading indikator kestabilan tingkat
perekonomian suatu negara. Jika perbankan mengalami keterpurukan hal ini akan
terjadi indikator perekonomian negara ybs sedang sakit.
2. Industri perbankan adalah
suatu industri yang sangat bertumpu kepada kepercayaan masyarakat. Kepercayaan
masyarakat adalah kepercayaan yang segala-galanya bagi bank.
Pada dua sifat khusus industri
perbankan tersebut, industri perbankan adalah industri yang sangat banyak
diatur oleh pemerintah. Revisi serta penegakannya harus dilakukan sangat
hati-hati dengan memperhatikan akibat ekonomi dan fungsi perbankan dalam
perekonomian negara serta kepercayaan kepada masyarakat yang harus dijaga.
1.3Fungsi dan Peranan Bank Secara
Umum
·
Fungsi Bank
1. Penghimpun dana Untuk menjalankan
fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki beberapa sumber yang
secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a. Dana yang bersumber dari bank
sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
b. Dana yang berasal dari masyarakat
luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro,
deposito dan tabanas.
c. Dana yang bersumber dari Lembaga
Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan
Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam).
2. Penyalur/pemberi Kredit Bank
dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh, akan tetapi untuk
pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat
yang memerlukan dana segar untuk usaha. Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini
diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau dalam
bentuk pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh
sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti dan memenuhi persyaratan.
Mungkin Anda pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan
usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak kredit yang bermasalah
atau macet.
3. Penyalur dana-dana
yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian
kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap.
4. Pelayan Jasa Bank
dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang” melakukan
berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata,
kartu kredit dan pelayanan lainnya.
Adapun secara spesifik bank bank
dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of develovment dan agen of
services.
1. Agent Of Trust
Yaitu lembaga yang landasannya
kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankkan adalah kepercayaan ( trust ), baik
dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan
dana dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di
bangun kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank
dan kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitor.
Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak ingin
merasa diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana, penampung dana
maupun penerima penyaluran dana tersebut.
2. Agent Of Development
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana
untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana
sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan
bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan
distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan
investasi , distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan
uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain
adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
3. Agent Of Services
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana
untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur
dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada
masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan
perekonomian masyarakat secara umum.
·
Peran Bank
Dalam menjalankan kegiatannya bank
mempunyai peran penting dalam sistem keuangan, yaitu :
1. Pengalihan Aset
(asset transmutation)
Yaitu pengalihan dana atau aset dari
unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang diberikan pada pihak
peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat
diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan
sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender) kepada unit
defisit (borrower).
2. Transaksi
(transaction)
Bank memberikan berbagai kemudahan
kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, trnsaksi
barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu
produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, depsito, saham dan sebagainya)merupakan
pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
3. Likuiditas
(liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana
yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito,
dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat
likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana
dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan
demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang
mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami
kekurangan likuiditas.
4. Efisiensi
(efficiency)
Peranan bank sebagai broker adalah
menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank
hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan.
Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam
dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran bank menjadi penting untuk
memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal ini
yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk menyamakan
informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi.
1.4 Peranan Bank Indonesia
dalam Perbankan:
PERAN BANK INDONESIA DALAM
STABILITAS KEUANGAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan
dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas
moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem
pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa
diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan
stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan
begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur
transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem
keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal.
Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan.
Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga
masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan
Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank
sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki
tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga
dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan
kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan
stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek
ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu
ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula
sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank
Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting
framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran
vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya
perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui
mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor
perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu,
kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan
mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem
pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain
itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan
serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki
stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum
(law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta
sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan
stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan
untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal
bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem
pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu
kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang
bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat
sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk
mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat.
Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time
atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat
lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas
dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam
riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang
dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan
secaramacroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor
keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada
stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan
instrumen dan indikatormacroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor
keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi
rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki
fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral
sebagai lender of the last resort(LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna
menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini
hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi
LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer
namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan
fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral
hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang
ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
1.5Deregulasi Perbankan Indonesia
Deregulasi perbankan adalah keadaan
dimana terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan, khususnya di Indonesia.
Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan perbankan Indonesia, disebabkan
perbankan Indonesia adalah warisan dari negara penjajah di Indonesia sehingga
tidak memiliki kemampuan untuk mengelola perbankan dengan baik dan Indonesia
memang tidak didasari untuk belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih
lama mengatur soal bank.
Deregulasi ini dimaksudkan dengan
tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil. Maka dibuatlah
kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia. Mulai dari 1
juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan
suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988
(Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka
bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan
pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan
permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan peningkatan
kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7 menggarisbawahi soal
peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah
berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri
otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun
1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu
persis rapor banknya.
DEREGULASI perbankan sudah
digulirkan sejak 14 tahun lalu. Kesan bongkar pasang itu tak terhindarkan.
Bahkan, dari dampak yang kini terasa yaitu goyahnya sejumlah bank swasta,
sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak didasari
pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal-soal bank.
Deregulasi perbankan yang
dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan
keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kemudian
dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi
ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat
Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat
berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Lima tahun kemudian ada Paket
Kebijakan 27 Oktober 1988(Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88 boleh dibilang
adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang
perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha
bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun
diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank
asing dengan bank swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara
terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan, beberapa bank kemudian
menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu
dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di
Indonesia.Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja,
mobilisasi dana deposito dan tabungan jugase makin sengit. Ujung-ujungnya,
karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana
terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian
memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang mendorong dimulainya proses
globalisasi perbankan.
Salah satu tugasnya adalah berupaya
mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan
dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang
diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan
Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank
yang mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket itu tidak bisa
menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya
kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum Majapahit.
Setelah itu, lahir UU Perbankan baru
bernomor 7 tahun 1992yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992.
Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Intinya, UU
itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan.
Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah,
pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama
persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada
UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan
organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan
kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan
pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk mengurangi sebagian kendala
yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan koreksi terhadap
Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan Paket 29 Mei
1993(Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit,
sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah
kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)–
atau perimbangan antara modal sendiri dan aset — sesuai dengan ketentuan adalah
8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to
deposit ratio (LDR).
Aturan yang terakhir diluncurkan
adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang ditanda tangani
Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini
sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor
banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya
sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
SUMBER: http://lamhot-lahm.blogspot.com/2013/03/tugas-ke-1-terapan-komputer-perbankan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar